dakwatuna.com – Subhanallah, cita-cita dan obsesi yang sangat besar dan sulit, namun dengan kesungguhan yang beliau miliki, cita-cita itu, satu demi satu bisa beliau raih. Obsesi sukses di dunia, tapi yang lebih penting adalah sukses di akhirat. Apalah arti sukses di dunia, tapi di akhirat sengsara berkepanjangan.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Momentum pergantian tahun, apakah tahun baru hijriyah atau tahun baru masehi di mata orang mukmin memiliki arti yang sangat mendalam. Pergantian waktu itu tidak lah terjadi begitu saja. Pergantian waktu menjadi bagian tanda-tanda kekuasaan Allah swt., sekaligus menjadi tadzkirah, pengingat bagi manusia bahwa setiap makhluk yang berada di muka bumi, pasti akan berlalu, berlalu sebagaimana waktu pasti terus berganti. Allah swt. berfirman:
“Maha Berkah Dzat yang di Tangan-Nyalah kerajaan. Dan Dia Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yaitu, Dzat yang menciptakan kematian dan kehidupan, agar Dia menguji kalian, mana di antara kalian yang paling baik amalnya.” Al-Mulk:1-2.
“Kafaa bilmauti waidza. Cukuplah kematian itu sebagai pengingat –bagi yang masih hidup-.” Begitu taujih Rasulullah saw.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Di akhir tahun 2009 ini, bangsa Indonesia kehilangan mantan Presiden RI ke Empat, KH. Abdur Rahman Wahid –semoga Allah swt. menerima amal kebaikannya dan mengampuni segala kekhilafan nya-. Banyak yang kaget, shock, terutama keluarganya. Namun yang namanya kematian, kalau sudah waktunya, ia tidak bisa ditangguhkan, juga tidak bisa diminta dimajukan sedetik pun. Innaa lillahi wainnaa ilaihi raaji’un.
Pun, umat-umat terdahulu yang umurnya ratusan bahkan ribuan tahun, semua tinggal kenangan. Mereka hanya meninggalkan sejarahnya, sejarah gemilang atau sebaliknya, sejarah kelam. Seorang penyair bersenandung:
Innamaa antum ayyam
Idzaa madzaa minka yaumun
Madza ba’dhah
Kalian adalah rangkaian dari hari-hari
Jika satu hari telah lewat
Berlalulah sebagiannya
Allah swt. berfirman: “Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” Ali imran:134
Pergantian tahun adalah juga bermakna berkurangnya umur dunia ini. Berarti hari kiamat kian dekat satu tahun dibanding tahun lalu.
“Setiap orang yang berada di atas bumi pasti akan hancur. Dan Wajah Tuhanmu selamanya Kekal, Dzat yang Maha Tinggi lagi Mulia.” Ar-Rahman: 26-27
Jangan sampai kematian merenggut jiwa kita, sedangkan kita belum siap menghadapinya, sebab ketidaksiapan menjemput maut akan mendatangkan penyesalan berkepanjangan.
“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” Al-Fajr: 23-24
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Jika kematian terus mengintai setiap yang masih hidup, Lalu apa yang perlu kita persiapkan?
Pertama, segera beristighfar, bertoba dan perbaiki diri.
Menyesali segala alpa dan khilaf yang selama ini memperdaya dan menjerumuskan pada kemaksiatan. Kita sadar bahwa setiap manusia pasti pernah salah, karena “Summiyal insanu insanan linis-yatihi, manusia dikatakan insan, karena sering lupa dan khilafnya.”
Rasulullah saw. memberi contoh akan kesadaran beristighfar, walau beliau tidak pernah salah, beliau setiap hari beristighfar tujuh puluh sampai seratus kali.
Dalam hadits Qudsi, Allah swt. berfirman, Rasulullah saw. bersabda: “Wahai anak Adam, selagi kamu berdoa dan mengharap (ampunan) kepada-Ku, Aku ampuni kesalahan sebesar apapun kesalahan itu, dan Aku tidak peduli kan itu. Wahai anak Adam, andai dosamu seluas langit, lalu kamu beristighfar meminta ampun kepada-Ku, Aku ampuni semuanya, Aku tidak peduli kan itu. Wahai anak Adam, jika kamu datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan s- hamparan bumi, kemudian kamu meninggal tidak menyekutukan Aku dengan apa pun, Sungguh Aku akan mencurahkan ampunan seluas hamparan bumi tersebut.” At-Tirmizi, dihasankan Imam Al-Albani.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (Ali Imran: 135)
Kedua, luruskan niat, tegaskan tujuan hidup
Seorang muslim tidak boleh larut dalam putus asa dari rahmat Allah. Tidak boleh bersedih meratapi musibah yang menimpanya. Ia harus bangkit kembali, dengan menegaskan tujuan hidup dan meluruskan niat. Sebab, seseorang yang sudah bertobat, berarti ia telah kembali bersih, laksana baru lahir. “Tobat menghapus kesalahan yang telah lalu.” Imam Bukhari
Hidup adalah untuk ibadah. Waktu adalah pahala, bukan sekedar materi. Allah swt. berfirman: “Wahai manusia, beribadahlah kepada Tuhan kalian, Dzat yang telah Menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian. Agar kalian bertaqwa.” Al-Baqarah:21
Kembali kita segarkan kompas hidup kita. Kembali kita mantapkan arah tujuan keberadaan kita di muka bumi ini. Yaitu ikrar, “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadah sunnahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” Al-An’am:162
Ketiga, canangkan dan wujudkan obsesi hidup
Umar bin Abdul Aziz mencontohkan kepada kita, untuk memiliki obsesi dan cita-cita besar. Suatu ketika ia menegaskan: “Inna lii nafsan thawwaqah. Sungguh saya memiliki obsesi yang sangat besar. Atamanna an akuna amiran limadinatir Rasul. Sungguh saya bermimpi menjadi gubenur Madinah, tempat mercusuar keilmuan dan peradaban, saya siapkan diri untuk itu, dan karenanya saya mewujudkannya. Isytaqqattu an atazawwaja Fatimah binti Abdul Malik Khalifatal muslimin. Saya bermimpi suatu saat bisa mempersunting Fatimah putri Khalifah Abdul Malik, saya berjuang untuk itu dan karenanya saya mendapatkannya. Saya berharap menjadi hafizhul Qur’an, dan saya membuktikannya. Saya bercita-cita menjadi khalifah umat muslim dunia, saya pun meraihnya. Dan saya pun berharap agar Allah swt. memasukkan diriku di dalam jannah-Nya.”
Subhanallah, cita-cita dan obsesi yang sangat besar dan sulit, namun dengan kesungguhan yang beliau miliki, cita-cita itu, satu demi satu bisa beliau raih. Obsesi sukses di dunia, tapi yang lebih penting adalah sukses di akhirat. Apalah arti sukses di dunia, tapi di akhirat sengsara berkepanjangan.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Di momentum pergantian tahun ini, kita canangkan obsesi hidup kita, baik secara personal maupun secara komunal. Secara personal, obsesi setiap manusia beda-beda, sesuai kebutuhan masing-masing. Obsesi untuk merubah status hidup menjadi berumah tangga, misalkan. Menguatkan kembali hubungan keluarga. Berprestasi di tempat kerja atau di tengah-tengah masyarakat, dan seterusnya.
Pun obsesi secara komunal, apalagi sebagai pemimpin. Obsesi untuk memberantas tindak pidana korupsi. Cita-cita mewujudkan pemerintahan dan instansi yang good government dan clean government dan seterusnya. Obsesi itu, tidak sekadar live servis semata, namun kesungguhan yang sebenarnya, karena kebenaran obsesi itulah yang akan mewujudkannya.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Saatnya kita gunakan sisa umur kita untuk mewujudkan obsesi tertinggi kita, “fiddunya hasanah wafilakhirati hasanah. Yaa Allah kami memohon ridha dan surga-Mu. Yaa Allah kami berlindung diri dari murka dan neraka-Mu.” Amin
الحمد لله العزيز الغفار، العلي الجبار، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وعد التائبين بالسعادة بالجنة والسلامة من النار، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوث لإنقاذ البشرية من الشقاء في الدنيا وفي دار القرار.
اللهم صل وسلم وبارك وأنعم على سيد المستغفرين بالأسحار، وعلى آله وأصحابه الأخيار وعلى التابعين لهم بإحسان ما بقي الليل والنهار. أما بعد: فاتقوا الله ـ عباد الله ـ حق التقوى
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Momentum pergantian tahun, apakah tahun baru hijriyah atau tahun baru masehi di mata orang mukmin memiliki arti yang sangat mendalam. Pergantian waktu itu tidak lah terjadi begitu saja. Pergantian waktu menjadi bagian tanda-tanda kekuasaan Allah swt., sekaligus menjadi tadzkirah, pengingat bagi manusia bahwa setiap makhluk yang berada di muka bumi, pasti akan berlalu, berlalu sebagaimana waktu pasti terus berganti. Allah swt. berfirman:
“Maha Berkah Dzat yang di Tangan-Nyalah kerajaan. Dan Dia Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yaitu, Dzat yang menciptakan kematian dan kehidupan, agar Dia menguji kalian, mana di antara kalian yang paling baik amalnya.” Al-Mulk:1-2.
“Kafaa bilmauti waidza. Cukuplah kematian itu sebagai pengingat –bagi yang masih hidup-.” Begitu taujih Rasulullah saw.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Di akhir tahun 2009 ini, bangsa Indonesia kehilangan mantan Presiden RI ke Empat, KH. Abdur Rahman Wahid –semoga Allah swt. menerima amal kebaikannya dan mengampuni segala kekhilafan nya-. Banyak yang kaget, shock, terutama keluarganya. Namun yang namanya kematian, kalau sudah waktunya, ia tidak bisa ditangguhkan, juga tidak bisa diminta dimajukan sedetik pun. Innaa lillahi wainnaa ilaihi raaji’un.
Pun, umat-umat terdahulu yang umurnya ratusan bahkan ribuan tahun, semua tinggal kenangan. Mereka hanya meninggalkan sejarahnya, sejarah gemilang atau sebaliknya, sejarah kelam. Seorang penyair bersenandung:
Innamaa antum ayyam
Idzaa madzaa minka yaumun
Madza ba’dhah
Kalian adalah rangkaian dari hari-hari
Jika satu hari telah lewat
Berlalulah sebagiannya
Allah swt. berfirman: “Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” Ali imran:134
Pergantian tahun adalah juga bermakna berkurangnya umur dunia ini. Berarti hari kiamat kian dekat satu tahun dibanding tahun lalu.
“Setiap orang yang berada di atas bumi pasti akan hancur. Dan Wajah Tuhanmu selamanya Kekal, Dzat yang Maha Tinggi lagi Mulia.” Ar-Rahman: 26-27
Jangan sampai kematian merenggut jiwa kita, sedangkan kita belum siap menghadapinya, sebab ketidaksiapan menjemput maut akan mendatangkan penyesalan berkepanjangan.
“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” Al-Fajr: 23-24
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Jika kematian terus mengintai setiap yang masih hidup, Lalu apa yang perlu kita persiapkan?
Pertama, segera beristighfar, bertoba dan perbaiki diri.
Menyesali segala alpa dan khilaf yang selama ini memperdaya dan menjerumuskan pada kemaksiatan. Kita sadar bahwa setiap manusia pasti pernah salah, karena “Summiyal insanu insanan linis-yatihi, manusia dikatakan insan, karena sering lupa dan khilafnya.”
Rasulullah saw. memberi contoh akan kesadaran beristighfar, walau beliau tidak pernah salah, beliau setiap hari beristighfar tujuh puluh sampai seratus kali.
Dalam hadits Qudsi, Allah swt. berfirman, Rasulullah saw. bersabda: “Wahai anak Adam, selagi kamu berdoa dan mengharap (ampunan) kepada-Ku, Aku ampuni kesalahan sebesar apapun kesalahan itu, dan Aku tidak peduli kan itu. Wahai anak Adam, andai dosamu seluas langit, lalu kamu beristighfar meminta ampun kepada-Ku, Aku ampuni semuanya, Aku tidak peduli kan itu. Wahai anak Adam, jika kamu datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan s- hamparan bumi, kemudian kamu meninggal tidak menyekutukan Aku dengan apa pun, Sungguh Aku akan mencurahkan ampunan seluas hamparan bumi tersebut.” At-Tirmizi, dihasankan Imam Al-Albani.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (Ali Imran: 135)
Kedua, luruskan niat, tegaskan tujuan hidup
Seorang muslim tidak boleh larut dalam putus asa dari rahmat Allah. Tidak boleh bersedih meratapi musibah yang menimpanya. Ia harus bangkit kembali, dengan menegaskan tujuan hidup dan meluruskan niat. Sebab, seseorang yang sudah bertobat, berarti ia telah kembali bersih, laksana baru lahir. “Tobat menghapus kesalahan yang telah lalu.” Imam Bukhari
Hidup adalah untuk ibadah. Waktu adalah pahala, bukan sekedar materi. Allah swt. berfirman: “Wahai manusia, beribadahlah kepada Tuhan kalian, Dzat yang telah Menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian. Agar kalian bertaqwa.” Al-Baqarah:21
Kembali kita segarkan kompas hidup kita. Kembali kita mantapkan arah tujuan keberadaan kita di muka bumi ini. Yaitu ikrar, “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadah sunnahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” Al-An’am:162
Ketiga, canangkan dan wujudkan obsesi hidup
Umar bin Abdul Aziz mencontohkan kepada kita, untuk memiliki obsesi dan cita-cita besar. Suatu ketika ia menegaskan: “Inna lii nafsan thawwaqah. Sungguh saya memiliki obsesi yang sangat besar. Atamanna an akuna amiran limadinatir Rasul. Sungguh saya bermimpi menjadi gubenur Madinah, tempat mercusuar keilmuan dan peradaban, saya siapkan diri untuk itu, dan karenanya saya mewujudkannya. Isytaqqattu an atazawwaja Fatimah binti Abdul Malik Khalifatal muslimin. Saya bermimpi suatu saat bisa mempersunting Fatimah putri Khalifah Abdul Malik, saya berjuang untuk itu dan karenanya saya mendapatkannya. Saya berharap menjadi hafizhul Qur’an, dan saya membuktikannya. Saya bercita-cita menjadi khalifah umat muslim dunia, saya pun meraihnya. Dan saya pun berharap agar Allah swt. memasukkan diriku di dalam jannah-Nya.”
Subhanallah, cita-cita dan obsesi yang sangat besar dan sulit, namun dengan kesungguhan yang beliau miliki, cita-cita itu, satu demi satu bisa beliau raih. Obsesi sukses di dunia, tapi yang lebih penting adalah sukses di akhirat. Apalah arti sukses di dunia, tapi di akhirat sengsara berkepanjangan.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Di momentum pergantian tahun ini, kita canangkan obsesi hidup kita, baik secara personal maupun secara komunal. Secara personal, obsesi setiap manusia beda-beda, sesuai kebutuhan masing-masing. Obsesi untuk merubah status hidup menjadi berumah tangga, misalkan. Menguatkan kembali hubungan keluarga. Berprestasi di tempat kerja atau di tengah-tengah masyarakat, dan seterusnya.
Pun obsesi secara komunal, apalagi sebagai pemimpin. Obsesi untuk memberantas tindak pidana korupsi. Cita-cita mewujudkan pemerintahan dan instansi yang good government dan clean government dan seterusnya. Obsesi itu, tidak sekadar live servis semata, namun kesungguhan yang sebenarnya, karena kebenaran obsesi itulah yang akan mewujudkannya.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Saatnya kita gunakan sisa umur kita untuk mewujudkan obsesi tertinggi kita, “fiddunya hasanah wafilakhirati hasanah. Yaa Allah kami memohon ridha dan surga-Mu. Yaa Allah kami berlindung diri dari murka dan neraka-Mu.” Amin
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم؛ واستغفروا الله إنه هو الغفور الرحيم.
Share
Artikel ini di Posting : Anonymous Tentang Dunia Islam
Terima Kasih sahabat telah membaca : Perjuangkan Obsesimu Sampai Akhir Hayat Silahkan membaca artikel lainnya tentang
di sini Tentang Dunia Islam
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment