Ijtihad Astronomi Lahirkan Kalender Islam
Dr Moeji Raharto
Pakar Astronomi ITB
Tidak banyak yang mengetahui bahwa kalender masehi yang
ada saat ini memiliki banyak kekurangan karena terjadi kecelakaan sejarah. Saat
itu, dunia Barat membangun kalender masehi dengan menghapus 10 hari pada bulan
Oktober 1582 sehingga peredaran Matahari dihitung lebih cepat 3 hari dalam 10
ribu tahun.
Bagi umat Islam, konsep waktu adalah salah satu faktor
penting karena menjadi acuan untuk menentukan waktu-waktu ibadah seperti
shalat, puasa, zakat, dan haji. Untuk itu, umat Islam seharusnya segera
membangun sistem kalender hijriyah dan mereformasi kalender yang ada.
Sejak dulu, para ilmuwan Muslim termotivasi untuk
membangun kalender hijriyah karena ada perintah puasa Ramadhan, waktu shalat,
haji, dan lain sebagainya. Menurut Dr. Moedji Ratarto, Pakar Astronomi
Indonesia, sistem kalender bulan yang dimiliki umat Islam sudah sangat baik
sekali.
Namun, pemerintah dituntut untuk memiliki satu kalender
Islam yang legal aspek agar ada kepastian dalam sistem transaksi uang di
perbankan. “Kita tidak akan punya (kalender hijriyah) sampai orang-orangnya mau
berjuang untuk mewujudkannya,” ujar Ketua kelompok keahlian astronomi ITB ini.
Untuk
menjawab berbagai permasalahan seputar kalender Islam, berikut petikan
wawancara wartawan Majalah Gontor Ahmad Muhajir dengan mantan ketua Bosscha
Bandung ini.
Bagaimana para ilmuwan mendefinisikan awal
waktu?
Sampai saat ini, para ilmuwan dan cendekiawan belum bisa
mendefinisikannya. Tahunya kita hidup dalam ruang dan waktu. Al-Qur’an
memberikan gambaran bahwa demi waktu kita akan merugi. Apa yang diciptakan
Allah ini pasti ada batas waktunya. Kita melihat jagat raya yang tampak begitu
megah dan tak akan hancur ini, tidak bisa dikatakan abadi.
Kalau dalam ilmu fisika, peluruhan unsur-unsur radio
aktif bisa menjadi inti atom yang kecil dan ringan, tapi memancarkan cahaya.
Inti atom ini tidak terbentuk di bumi, tapi di pusat bintang. Bintangnya
meledak, kemudian mencampuri nebula yang ada sehingga bintang-bintang generasi
berikutnya menjadi material besi dan inti atom yang lebih berat.
Mengapa dalam al-Qur’an selalu menyebutkan
sesuatu yang berkaitan dengan waktu?
Tujuan penciptaan manusia adalah menyembah kepada Allah
Swt. Tentu, tantangannya sangat besar dan sangat mudah tergelincir dengan
kesenangan duniawi. Sebetulnya, kesenangan di dunia ini sangat sedikit
dibanding dengan kesenangan di akhirat. Dengan demikian, peringatan itu harus
dikumandangkan agar kita tidak tergelincir terlalu jauh.
Ada juga peringatan bahwa waktu itu relatif. Waktu yang
relatif tadi mungkin ketika sangkakala ditiup, semua makhluk hidup akan kaget.
Kita sudah melihat miniaturnya, seperti gempa bumi, tsunami, tabrakan
benda-benda di langit, dan tata surya yang luar biasa.
Berbicara tentang waktu, bagaimana sistem
penanggalan (kalender) saat ini?
Justru yang serius dengan waktu adalah dunia Barat yang
membangun sistem penanggalan masehi. Mereka pernah melakukan penghapusan waktu
10 hari pada bulan Oktober 1582, di mana setelah tanggal 4 Oktober besoknya 15
Oktober. Tentu, ini harus direformasi.
Jadi, kalender yang kita gunakan sekarang
perlu dibenahi?
Iya, itu hasil reformasi tahun 1582 di mana setiap tahun
habis dibagi empat adalah tahun kabisat. Implikasinya, Matahari berada di arah
titik aries bisa lebih cepat 78 hari dalam 10 ribu tahun. Sekarang, tahun-tahun
yang habis dibagi 100 dan tidak habis dibagi 400 adalah tahun pendek.
Oleh karena itu, Matahari akan lebih cepat 3 hari dalam
10 ribu tahun. Di samping itu, sistem waktu menggunakan Matahari rata-rata,
bukan matahari sebenarnya. Kalau matahari sekarang ini bisa di + (plus) 23,5
derajat di sebelah utara pada bulan Juni/Juli atau – (minus) 23,5 derajat di
sebelah selatan pada 22 Desember.
Apa dampak dari penghapusan waktu itu?
Bagi kita mungkin tidak terasa karena siang malam terbagi
sama rata—Matahari terbit jam 06.00 dan terbenam jam 18.00. Tapi di tempat
lain, dampaknya luas karena Matahari bisa terbenam jam 22.00 dan terbitnya
pagi-pagi sekali. Bagi petani, waktu 10 hari sangat panjang karena harus
memperhitungkan waktu tanam, masa panen, dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan sistem kalender Islam yang
berdasarkan peredaran Bulan?
Kalender bulan yang kita miliki saat ini sebetulnya sudah
sangat baik. Namun, pemerintah dituntut untuk memiliki satu kalender Islam yang
legal aspek agar ada kepastian dalam sistem transaksi uang di perbankan dan
kepentingan lainnya.
Yang paling penting, umat Islam harus memiliki kalender
sendiri dan bisa dibangun dengan hisab, tapi historikal rukyat jangan dibuang.
Dalam artian, ia harus menjadi spirit kriteria hilal sebagai satu bagian untuk
menentukan kalender Islam.
Berdasarkan beberapa kasus, kalau kita ingin merukyat
hilal, misalnya tanggal 22 Juni, maka orang-orang di selatan seperti di
Australia mungkin tidak akan melihat hilal. Apakah gugur kewajiban puasanya?
Dengan hisab, mereka bisa mengetahuinya.
Sebaliknya, pada bulan 22 Desember hilalnya bisa dilihat
di selatan. Posisi Matahari dan Bulan ini akan berlawanan ketika bulan purnama.
Ketika awal bulan, posisi Matahari dan Bulan berdekatan. Seharusnya, ilmuwan
Indonesia memadukan sistem hisab dan rukyat dengan terus memperbaiki sistem dan
metodenya sehingga hasilnya akurat.
Apa yang menjadi kendala selama ini?
Secara historis, pemahaman kita tentang posisi Bulan itu
baru relatif akurat menjelang abad ke-20. Sebelumnya, tentu banyak berkembang
teori dan bagaimana orang berusaha keras untuk mendeskripsikan ilmu ini. Kita
tahu bahwa pada abad ke-7 sampai ke-14 ilmu pengetahuan ada di tangan
Islam—termasuk pengetahuan astronomi.
Ketika itu, mungkin sebagian oke-oke saja karena ada
teleskop terbesar di Samarkhan. Teleskop ini bisa mendeteksi perubahan bintang
di suatu tempat sehingga kita bisa tahu kalender masehi terlambat 10 hari.
Namun, banyak sekali umat Islam di Indonesia yang sekadar menerima sesuatu yang
diwariskan oleh para guru dan tidak bisa mengubahnya.
Mungkin pada waktu itu sempurna, tapi seiring dengan
waktu yang sangat panjang ini perlu ada koreksian yang pada saat itu belum
terpikirkan. Apalagi ini bukan al-Qur’an yang bisa dikritik dan dilakukan
pembaharuan kalau memang terbukti secara akademik perlu disempurnakan. Dalam
dunia akademik ini adalah hal yang wajar.
Kedua, rukyat kita sudah lebih profesional. Jangan setiap
ada benda langit yang terlihat putih dikatakan hilal. Hilal adalah bagian sabit
bulan yang sangat tipis sekali dan masih bisa dideteksi dengan mata telanjang.
Dengan teleskop, sekarang bisa dipastikan apakah yang dilihat hilal atau bukan.
Mengapa masih sering terjadi perbedaan hasil
penglihatan hilal pada awal bulan?
Mereka yang mengaku melihat posisi hilal, namun berbeda
dengan mayoritas sepertinya yang dilihat bukan hilal. Apalagi mereka tidak
mengerti ilmu astronomi sehingga cahaya putih yang terlihat langsung dikatakan
hilal. Padahal belum tentu.
Apa yang perlu disiapkan untuk membangun
sistem kalender Islam?
Perlu SDM dan fasilitas, seperti teleskop yang
dikoordinir oleh ormas untuk mengedukasi bersama-sama. Kita tidak perlu saling
menyalahkan dan bereksperimen. Mencari hilal tidak terbatas pada bulan
Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah supaya umat Islam tidak memiliki masalah yang
bertahun-tahun terjadi.
Saatnya kita meneruskan perjuangan para ilmuwan Muslim
terdahulu untuk menghadirkan kalender Islam yang sempurna sehingga bisa membawa
dampak positif dan maslahat bagi manusia. Setelah melalui uji coba, hasilnya
harus diverifikasi. Inilah langkah berijtihad untuk keluar dari taklid tadi.
Siapa yang berhak mengesahkan?
Sebenarnya di pemerintah ada badan hisab dan rukyat—baik
di pusat maupun daerah. Harusnya mereka bisa melakukan upaya untuk menjamin apa
yang dilakukan ini adalah sesuatu yang benar. Di tingkat nasional, pemerintah
bisa mengumpulkan utusan ormas untuk melakukan diskusi dengan baik. Pendekatan
kita sangat dialogis sehingga ada kesimpulan yang bisa ditarik bersama-sama.
Apakah sudah pernah diadakan simposium
nasional atau internasional untuk membahas kalender hijriyah?
Dulu pernah diadakan, sekitar tahun 1980-an. Bentuknya
beragam. Salah satu peserta, Profesor Ilyas, kelahiran India yang mewakili
Malaysia, memiliki semangat untuk melakukan penyatuan kalender Islam. Namun,
masih terbatas pada wacana dari kriteria awal bulan dan sebagainya, serta model
kalender Islam, apakah membuat kalender kawasan Asia, Afrika, Eropa, Amerika,
dan Australia.
Kelanjutannya?
Sekarang masih diuji coba terus. Di Arab Saudi mereka
terus mengembangkan kalender Islam. Di Indonesia juga terus melakukan
pembenahan diri agar progresnya bisa dirasakan masyarakat.
Rujukannya?
Harus ada kesepakatan memenuhi kaidah sains, fikih, dan
negara memiliki wewenang untuk mengatur legal aspeknya. Sidang Isbath yang
berjalan ini tetap diperlukan karena menjadi acuan untuk mempersatukan langkah.
Dari ilmu astronomi, kita mencoba memahami hilal dari
berbagai aspek, sepeti bagaimana bedanya hilal pada bulan Januari dan Juli.
Bulan Januari posisi Bumi-Matahari berada di 140 juta kilometer. Kalau bulan
Juli posisi di 150 juta kilometer.
Biasanya, pada bulan Januari cahaya di langit itu sangat
terang sehingga hilal yang bisanya terlihat akan sulit terlihat. Kita perlu
memahaminya agar memiliki kalender Islam yang legal aspek dan diterima oleh
semua kalangan umat Islam.
Nilai apa yang bisa dipetik dari konsep
keteraturan alam ini?
Salah satu manfaat eksistensi dari benda-benda langit
adalah untuk menentukan waktu-waktu ibadah. Intinya, kita diminta untuk
bertasbih supaya kita tidak sombong dan apa yang kita peroleh masih terlalu
kecil. Allah SWT adalah Zat yang Mahabesar dan manusia tidak memiliki
kewenangan apa-apa untuk mengurusnya.
Artikel ini di Posting : Ruly Abdillah Ginting Tentang Dunia Islam
Terima Kasih sahabat telah membaca : Ijtihad Astronomi Lahirkan Kalender Islam Silahkan membaca artikel lainnya tentang Tokoh Muslim
di sini Tentang Dunia Islam
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment