RUU Ormas, Antara Pro dan Kontra
Mohammad Harir Saifu Yasyak
Peserta Program Kaderisasi
Ulama Periode
VI
Beberapa waktu belakangan ini, pemerintah tengah
sibuk mensosialisasikan sebuah rancangan undang-undang (RUU) baru kepada masyarakat.
RUU ini berkenaan dengan organisasi kemasyarakatan. Pemerintah bersama DPR RI
tengah menggodok Rancangan Undang Undang tentang Organisasi Masyarakat (RUU
Ormas). Dan RUU ini akan digunakan untuk menggantikan UU No. 8 tahun 1985
tentang Organisasi Kemasyarakatan. Apa yang salah dengan UU No. 8 tahun 1985
dan apa kontribusi RUU Ormas ini ke depannya? Banyak pihak yang berbeda pendapat
dalam hal ini.
Ada beberapa penilaian pemerintah mengenai UU
No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah menilai bahwa UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
yang ada ini, sudah tidak relevan lagi dan perlu dibenahi. Pemerintah menilai,
bahwa eksistensi UU ini hanya berdampak pada meningkatnya kekerasan antargolongan/organisasi
masyarakat (ormas) demi tercapainya tujuan golongan. Sebagai contoh adalah meningkatnya
kekerasan dengan berlandaskan agama. Pemerintah menilai semisal pertikaian antara
Syi’ah dan Sunni di Madura, kasus Ahmadiyah, gerakan Front Pembela Islam (FPI) dan
lain- lain, dianggap telah melahirkan pelanggaran HAM yaitu Pasal 28 ayat 1 bahwa,
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Akan tetapi terkadang pemerintah sendiri terkesan
kurang tegas dalam mengambil sikap. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya persoalan
kemasyarakatan yang belum terselesaikan. Seperti kasus Ahmadiyah, Syi’ah,
penodaan terhadap agama dan lain-lain. Ini diakibatkan dari sikap ‘netral’
pemerintah yang tidak memihak siapa pun meskipun terhadap agamanya sendiri.
Secara tidak langsung sebenarnya pemerintah telah tersekulerkan. Inilah efek daripada
HAMisme.
Apa sebenarnya organisasi kemasyarakatan atau ormas
itu? Dalam UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan disebutkan bahwa
organisasi kemasyarakatan atau ormas adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Definisi ini sangat berbeda jauh dengan dengan definisi
yang hendak diajukan dalam RUU tentang Organisasi Masyarakat yang baru. Disebutkan
bahwa ormas itu adalah organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara
Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan,
untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Sebenarnya tidak tepat juga mendefinisikan ormas
dengan artian semacam ini. Mengingat sila pertama daripada Pancasila kita yang
berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Menandakan bahwa definisi ini sangat sekuler dan
tidak sesuai dengan UU yang tertinggi di Negara Indonesia yaitu Pancasila. Seharusnya,
definisi ormas ini tetap berdasarkan Pancasila.
Dalam RUU tentang Organisasi Masyarakat yang
baru ini, ternyata juga menampilkan wajah
baru dengan diperbolehkannya organisasi masyarakat asing, untuk begerak dengan bebas
di negara Indonesia. Dengan mendefinisikan
sebagai berikut, Organisasi Masyarakat Asing adalah organisasi yang bersifat nirlaba
yang didirikan oleh warga negara asing dan melakukan kegiatan di Indonesia.Tentunya,
implikasi dari diperbolehkannya Ormas Asing bergerak bebas di Indonesia ini adalah
semakin banyaknya ormas-ormas, foundation, serikat, dan lain-lain yang akan
menjajah bangsa ini dengan ideologi yang mereka bawa. Seharusnya, pemerintah membatasi
pergerakan Ormas Asing yang berada di Indonesia ini, bukannya malah membuka
pintu lebar-lebar untuk mereka.
Mengapa perlu kita batasi? Jika kita rujuk kedalam
RUU tentang Organisasi Masyarakat yang baru ini, lingkup kegiatan Ormas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup antara lain bidang: Agama, kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, hukum, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sumber daya
manusia, penguatan demokrasi Pancasila, pemberdayaan perempuan, lingkungan hidup
dan sumber daya alam, kepemudaan, olahraga, profesi, hobi; dan/atau, seni dan budaya.
Jika kita teliti, semua ormas akan mencengkramkan ide dan kekuatannya untuk tumbuh
dan berkembang di Indonesia, sehingga akan muncul dari ormas-ormas baru ini,
sebuah kolonialisasi terhadap rakyat Indonesia.
Menurut Prof Jimly Asshidiq, organisasi yang
mencerminkan atau pelembagaan prinsip kemerdekaan berserikat dapat terbentuk sebagai
badan hukum (rechtspersoon). Namun, tidak semua organisasi memerlukan
status badan hukum. Jika organisasi tersebut tidak menyangkut kepentingan umum atau
berkenaan urusan masyarakat luas, seperti organisasi hobby, kumpulan arisan,
fans club, sangat mungkin organisasi itu tidak memerlukan status yang ketat sebagai
badan hukum (rechtspersoon). Namun, organisasi yang tidak berbadan hukum
ini adajuga yang kegiatannya berkaitan dengan kepentingan umum atau berhubungan
dengan program-program pemerintah sehingga memerlukan pengaturan dengan undang-undang.
Sayangnya di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur badan hukum, dan
DPR malah membahas RUU Ormas sebelum ada UU badan hukum.
Yang jadi pertanyaan adalah, apakah kita juga harus
melindungi organisasi masyarakat yang sudah jelas menyalahi aturan baik secara konstitusional
berlandaskan HAM? Tentu dengan akal sehat kita akan menolaknya.
Permasalahan yang lebih heboh lagi adalah bagaimana
jika UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat dihapus? Hal ini akan berakibat
pada penghapusan ormas- ormas yang ada di seluruh Indonesia dan terpaksa dibubarkan.
Jika kita melihat ke belakang pada zaman perjuangan kemerdekaan ketika melawan penjajah,
bahwa organisasi dalam bidang agama seperti Syarikat Dagang Islam (1911),
Muhammadiyah (1912) dan Nahdlotul Ulama telah membantu tercapainya kemerdekaan.
Hingga pada akhirnya dibentuk dalam sebuah regulasi yaitu UU No. 8 tahun 1985
tentang Organisasi Masyarakat. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan jargon
pemerintah bahwasanya melindungi hak asasi manusia (HAM).
Akan tetapi jika UU tentang Ormas ini tidak dihapus,
akan berakibat pada menjamurnya ormas-ormas baru di Indonesia, entah dari ormas
yang baik maupun yang buruk, dan bisa jadi akan muncul ormas yang berhaluan marxisme,
komunisme dan leninisme, kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, dan pluralisme dan
lain sebagainya. Ormas-ormas ini tentunya mengusung ideologinya masing-masing berlandaskan
HAM itu tadi. Hingga pada akhirnya memiliki kekuatan badan hukum yang kuat di mata
hukum positif dan normatif. Ini akan menjadi lebih sulit lagi untuk ditangani jika
sampai pada level ini. Belum lagi jika adanya penyamaan antara Ormas dengan
LSM, serikat, ataupun lembaga sosial lainnya. Dilihat dari sudut pandang apa pun
tentu kesemuanya ini berbeda.
Sebenarnya, UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi
Masyarakat sudah sesuai dengan konstitusi yaitu Pasal 28 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) bahwa, “Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya dengan
undang-undang.” Sebenarnya yang perlu dibenahi adalah penegak hukum dan penegakannya
(law enforcement) yang sesuai dengan tujuan Negara yaitu “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.”
Dari sini bisa kita simpulkan perlunya mengkaji,
memahami dan menguasai isi UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat dan
apakah layak RUU tentang Organisasi Masyarakat yang akan dibuat ini? Manakah
yang lebih baik yang bisa memberi solusi terhadap permasalahan tentang Organisasi
Masyarakat ini?
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas tadi,
sebagai aparatur Negara, pemerintah seharusnya melindungi yang benar dan meluruskan
yang salah. HAM akan terwujud jika mereka bersikap tegas demi terciptanya keutuhan
dan kedamaian di Indonesia ini. Buah yang rusak jika tidak segera dibuang akan menjamuri
buah- buah lain yang masih segar dan bagus. Wallahu a’lam bish-shawab.
Artikel ini di Posting : Ruly Abdillah Ginting Tentang Dunia Islam
Terima Kasih sahabat telah membaca : RUU Ormas, Antara Pro dan Kontra Silahkan membaca artikel lainnya tentang Ormas Islam
di sini Tentang Dunia Islam
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment