RUU Ormas, Antara Pro dan Kontra

Diposkan oleh Ruly Abdillah Ginting on Thursday, December 27, 2012



RUU Ormas, Antara Pro dan Kontra

Mohammad Harir Saifu Yasyak
Peserta Program Kaderisasi Ulama Periode VI

Beberapa waktu belakangan ini, pemerintah tengah sibuk mensosialisasikan sebuah rancangan undang-undang (RUU) baru kepada masyarakat. RUU ini berkenaan dengan organisasi kemasyarakatan. Pemerintah bersama DPR RI tengah menggodok Rancangan Undang Undang tentang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas). Dan RUU ini akan digunakan untuk menggantikan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Apa yang salah dengan UU No. 8 tahun 1985 dan apa kontribusi RUU Ormas ini ke depannya? Banyak pihak yang berbeda pendapat dalam hal ini.
Ada beberapa penilaian pemerintah mengenai UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah menilai bahwa  UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang ada ini, sudah tidak relevan lagi dan perlu dibenahi. Pemerintah menilai, bahwa eksistensi UU ini hanya berdampak pada meningkatnya kekerasan antargolongan/organisasi masyarakat (ormas) demi tercapainya tujuan golongan. Sebagai contoh adalah meningkatnya kekerasan dengan berlandaskan agama. Pemerintah menilai semisal pertikaian antara Syi’ah dan Sunni di Madura, kasus Ahmadiyah, gerakan Front Pembela Islam (FPI) dan lain- lain, dianggap telah melahirkan pelanggaran HAM yaitu Pasal 28 ayat 1 bahwa, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Akan tetapi terkadang pemerintah sendiri terkesan kurang tegas dalam mengambil sikap. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya persoalan kemasyarakatan yang belum terselesaikan. Seperti kasus Ahmadiyah, Syi’ah, penodaan terhadap agama dan lain-lain. Ini diakibatkan dari sikap ‘netral’ pemerintah yang tidak memihak siapa pun meskipun terhadap agamanya sendiri. Secara tidak langsung sebenarnya pemerintah telah tersekulerkan. Inilah efek daripada HAMisme.
Apa sebenarnya organisasi kemasyarakatan atau ormas itu? Dalam UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan disebutkan bahwa organisasi kemasyarakatan atau ormas adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Definisi ini sangat berbeda jauh dengan dengan definisi yang hendak diajukan dalam RUU tentang Organisasi Masyarakat yang baru. Disebutkan bahwa ormas itu adalah organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebenarnya tidak tepat juga mendefinisikan ormas dengan artian semacam ini. Mengingat sila pertama daripada Pancasila kita yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Menandakan bahwa definisi ini sangat sekuler dan tidak sesuai dengan UU yang tertinggi di Negara Indonesia yaitu Pancasila. Seharusnya, definisi ormas ini tetap berdasarkan Pancasila.
Dalam RUU tentang Organisasi Masyarakat yang baru ini, ternyata  juga menampilkan wajah baru dengan diperbolehkannya organisasi masyarakat asing, untuk begerak dengan bebas di negara Indonesia.  Dengan mendefinisikan sebagai berikut, Organisasi Masyarakat Asing adalah organisasi yang bersifat nirlaba yang didirikan oleh warga negara asing dan melakukan kegiatan di Indonesia.Tentunya, implikasi dari diperbolehkannya Ormas Asing bergerak bebas di Indonesia ini adalah semakin banyaknya ormas-ormas, foundation, serikat, dan lain-lain yang akan menjajah bangsa ini dengan ideologi yang mereka bawa. Seharusnya, pemerintah membatasi pergerakan Ormas Asing yang berada di Indonesia ini, bukannya malah membuka pintu lebar-lebar untuk mereka.
Mengapa perlu kita batasi? Jika kita rujuk kedalam RUU tentang Organisasi Masyarakat yang baru ini, lingkup kegiatan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup antara lain bidang: Agama, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, hukum, sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia, penguatan demokrasi Pancasila, pemberdayaan perempuan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, kepemudaan, olahraga, profesi, hobi; dan/atau, seni dan budaya. Jika kita teliti, semua ormas akan mencengkramkan ide dan kekuatannya untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia, sehingga akan muncul dari ormas-ormas baru ini, sebuah kolonialisasi terhadap rakyat Indonesia.
Menurut Prof Jimly Asshidiq, organisasi yang mencerminkan atau pelembagaan prinsip kemerdekaan berserikat dapat terbentuk sebagai badan hukum (rechtspersoon). Namun, tidak semua organisasi memerlukan status badan hukum. Jika organisasi tersebut tidak menyangkut kepentingan umum atau berkenaan urusan masyarakat luas, seperti organisasi hobby, kumpulan arisan, fans club, sangat mungkin organisasi itu tidak memerlukan status yang ketat sebagai badan hukum (rechtspersoon). Namun, organisasi yang tidak berbadan hukum ini adajuga yang kegiatannya berkaitan dengan kepentingan umum atau berhubungan dengan program-program pemerintah sehingga memerlukan pengaturan dengan undang-undang. Sayangnya di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur badan hukum, dan DPR malah membahas RUU Ormas sebelum ada UU badan hukum.
Yang jadi pertanyaan adalah, apakah kita juga harus melindungi organisasi masyarakat yang sudah jelas menyalahi aturan baik secara konstitusional berlandaskan HAM? Tentu dengan akal sehat kita akan menolaknya.
Permasalahan yang lebih heboh lagi adalah bagaimana jika UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat dihapus? Hal ini akan berakibat pada penghapusan ormas- ormas yang ada di seluruh Indonesia dan terpaksa dibubarkan. Jika kita melihat ke belakang pada zaman perjuangan kemerdekaan ketika melawan penjajah, bahwa organisasi dalam bidang agama seperti Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan Nahdlotul Ulama telah membantu tercapainya kemerdekaan. Hingga pada akhirnya dibentuk dalam sebuah regulasi yaitu UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan jargon pemerintah bahwasanya melindungi hak asasi manusia (HAM).
Akan tetapi jika UU tentang Ormas ini tidak dihapus, akan berakibat pada menjamurnya ormas-ormas baru di Indonesia, entah dari ormas yang baik maupun yang buruk, dan bisa jadi akan muncul ormas yang berhaluan marxisme, komunisme dan leninisme, kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, dan pluralisme dan lain sebagainya. Ormas-ormas ini tentunya mengusung ideologinya masing-masing berlandaskan HAM itu tadi. Hingga pada akhirnya memiliki kekuatan badan hukum yang kuat di mata hukum positif dan normatif. Ini akan menjadi lebih sulit lagi untuk ditangani jika sampai pada level ini. Belum lagi jika adanya penyamaan antara Ormas dengan LSM, serikat, ataupun lembaga sosial lainnya. Dilihat dari sudut pandang apa pun tentu kesemuanya ini berbeda.
Sebenarnya, UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat sudah sesuai dengan konstitusi yaitu Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) bahwa, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya dengan undang-undang.” Sebenarnya yang perlu dibenahi adalah penegak hukum dan penegakannya (law enforcement) yang sesuai dengan tujuan Negara yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.”
Dari sini bisa kita simpulkan perlunya mengkaji, memahami dan menguasai isi UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat dan apakah layak RUU tentang Organisasi Masyarakat yang akan dibuat ini? Manakah yang lebih baik yang bisa memberi solusi terhadap permasalahan tentang Organisasi Masyarakat ini?
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas tadi, sebagai aparatur Negara, pemerintah seharusnya melindungi yang benar dan meluruskan yang salah. HAM akan terwujud jika mereka bersikap tegas demi terciptanya keutuhan dan kedamaian di Indonesia ini. Buah yang rusak jika tidak segera dibuang akan menjamuri buah- buah lain yang masih segar dan bagus. Wallahu a’lam bish-shawab.

Artikel ini di Posting : Ruly Abdillah Ginting Tentang Dunia Islam

Ruly Abdillah Ginting Terima Kasih sahabat telah membaca : RUU Ormas, Antara Pro dan Kontra Silahkan membaca artikel lainnya tentang di sini Tentang Dunia Islam
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

:: Get this widget ! ::

{ 0 komentar... read them below or add one }

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers