Sholat Tahujud ditengah malam akan sangat terasa syahdu bile kita benar-benar menghayati sedang berhadapan memohon langsung ke Sang Maha Pencipta Allah SWT disaat yg lainnya sedang terlelap dalam tidurnya.
Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ilaa yaumid diin.
Suatu
kenikmatan yang sangat indah adalah bila seorang hamba bisa merasakan
bagaimana bermunajat dengan Allah di tengah malam terutama ketika 1/3
malam terakhir. Berikut sedikit panduan dari kami mengenai shalat
tahajud.
Maksud Shalat Tahajud
Shalat
malam (qiyamul lail) biasa disebut juga dengan shalat tahajud.
Mayoritas pakar fiqih mengatakan bahwa shalat tahajud adalah shalat
sunnah yang dilakukan di malam hari secara umum setelah bangun tidur.1
Keutamaan Shalat Tahajud
Pertama: Shalat tahajud adalah sifat orang bertakwa dan calon penghuni surga.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ
رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا
قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ (18)
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan
mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka.
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat
kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 15-18).
Al
Hasan Al Bashri mengatakan mengenai ayat ini, “Mereka bersengaja
melaksanakan qiyamul lail (shalat tahajud). Di malam hari, mereka hanya
tidur sedikit saja. Mereka menghidupkan malam hingga sahur (menjelang
shubuh). Dan mereka pun banyak beristighfar di waktu sahur.”2
Kedua: Tidak sama antara orang yang shalat malam dan yang tidak.
Allah Ta’ala berfirman,
أَمْ
مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ
الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو
الْأَلْبَابِ
“(Apakah kamu hai
orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu’.3
Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!”4 Jawabannya, tentu saja tidak sama.
Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!”4 Jawabannya, tentu saja tidak sama.
Ketiga: Shalat tahajud adalah sebaik-baik shalat sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik
puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-.
Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”5
An Nawawi -rahimahullah-
mengatakan, “Ini adalah dalil dari kesepakatan ulama bahwa shalat
sunnah di malam hari lebih baik dari shalat sunnah di siang hari. Ini
juga adalah dalil bagi ulama Syafi’iyah (yang satu madzhab dengan kami)
di antaranya Abu Ishaq Al Maruzi dan yang sepaham dengannya, bahwa
shalat malam lebih baik dari shalat sunnah rawatib. Sebagian ulama
Syafi’iyah yang lain berpendapat bahwa shalat sunnah rawatib lebih
afdhol (lebih utama) dari shalat malam karena kemiripannya dengan shalat
wajib. Namun pendapat pertama tetap lebih kuat dan sesuai dengan
hadits. Wallahu a’lam.6
Ibnu Rajab Al Hambali
mengatakan, “Waktu tahajud di malam hari adalah sebaik-baik waktu
pelaksanaan shalat sunnah. Ketika itu hamba semakin dekat dengan
Rabbnya. Waktu tersebut adalah saat dibukakannya pintu langit dan
terijabahinya (terkabulnya) do’a. Saat itu adalah waktu untuk
mengemukakan berbagai macam hajat kepada Allah.”7
‘Amr
bin Al ‘Ash mengatakan, “Satu raka’at shalat sunnah di malam hari lebih
baik dari 10 raka’at shalat sunnah di siang hari.” Dikeluarkan oleh Ibnu
Abi Dunya.8
Ibnu Rajab mengatakan, “Di sini ‘Amr bin
Al ‘Ash membedakan antara shalat malam dan shalat di siang hari. Shalat
malam lebih mudah dilakukan sembunyi-sembunyi dan lebih mudah
mengantarkan pada keikhlasan.”9 Inilah sebabnya para ulama lebih menyukai shalat malam karena amalannya yang jarang diketahui orang lain.
Keempat: Shalat tahajud adalah kebiasaan orang sholih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ
بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ
قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ
الإِثْمِ
“Hendaklah kalian
melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah
kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat
pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”10
Kelima: Sebaik-baik orang adalah yang melaksanakan shalat tahajud.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan mengenai ‘Abdullah bin ‘Umar,
«
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ ، لَوْ كَانَ يُصَلِّى بِاللَّيْلِ » .
قَالَ سَالِمٌ فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ لاَ يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ
قَلِيلاً .
“Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah (maksudnya Ibnu ‘Umar) seandainya ia mau melaksanakan shalat malam.” Salim mengatakan, “Setelah dikatakan seperti ini, Abdullah bin ‘Umar tidak pernah lagi tidur di waktu malam kecuali sedikit.”11
Waktu Shalat Tahajud
Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan atau akhir malam. Ini semua pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik -pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan,
مَا
كُنَّا نَشَاءُ أَنْ نَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ وَلَا نَشَاءُ أَنْ
نَرَاهُ نَائِمًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ
“Tidaklah kami
bangun agar ingin melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
malam hari mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan
tidaklah kami bangun melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti
kami melihatnya pula.”12
Ibnu Hajar menjelaskan,
إِنَّ صَلَاته وَنَوْمه كَانَ يَخْتَلِف بِاللَّيْلِ وَلَا يُرَتِّب وَقْتًا مُعَيَّنًا بَلْ بِحَسَبِ مَا تَيَسَّرَ لَهُ الْقِيَام
“Sesungguhnya
waktu shalat malam dan tidur yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berbeda-beda setiap malamnya. Beliau tidak menetapkan waktu
tertentu untuk shalat. Namun beliau mengerjakannya sesuai keadaan yang
mudah bagi beliau.”13
Waktu Utama untuk Shalat Tahajud
Waktu utama untuk shalat malam adalah di akhir malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ
رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ
الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ
يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ
يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kami -Tabaroka
wa Ta’ala- akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa
sepertiga malam terakhir. Lalu Allah berfirman, “Siapa yang memanjatkan
do’a pada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon
kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku,
Aku akan memberikan ampunan untuknya”.”14
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ
إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ
اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا
وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Sesungguhnya puasa yang paling dicintai di sisi Allah adalah puasa Daud15
dan shalat yang dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihis
salam. Beliau biasa tidur di separuh malam dan bangun tidur pada
sepertiga malam terakhir. Lalu beliau tidur kembali pada seperenam malam
terakhir. Nabi Daud biasa sehari berpuasa dan keesokan harinya tidak
berpuasa.”16
‘Aisyah pernah ditanyakan mengenai shalat malam yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah menjawab,
كَانَ
يَنَامُ أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ ، فَيُصَلِّى ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى
فِرَاشِهِ ، فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَثَبَ ، فَإِنْ كَانَ بِهِ
حَاجَةٌ اغْتَسَلَ ، وَإِلاَّ تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidur di awal
malam, lalu beliau bangun di akhir malam. Kemudian beliau melaksanakan
shalat, lalu beliau kembali lagi ke tempat tidurnya. Jika terdengar
suara muadzin, barulah beliau bangun kembali. Jika memiliki hajat,
beliau mandi. Dan jika tidak, beliau berwudhu lalu segera keluar (ke
masjid).”17
Shalat Tahajud Ketika Kondisi Sulit
Bermunajatlah pada Allah di akhir malam ketika kondisi begitu sulit.
‘Ali bin Abi Tholib pernah menceritakan,
رَأَيْتُنَا
لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا مِنَّا إِنْسَانٌ إِلاَّ نَائِمٌ إِلاَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَإِنَّهُ كَانَ يُصَلِّى إِلَى شَجَرَةٍ
وَيَدْعُو حَتَّى أَصْبَحَ وَمَا كَانَ مِنَّا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ
غَيْرَ الْمِقْدَادِ بْنِ الأَسْوَدِ
“Kami pernah
memperhatikan pada malam Badar dan ketika itu semua orang pada terlelap
tidur kecuali Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
melaksanakan shalat di bawah pohon. Beliau memanjatkan do’a pada Allah
hingga waktu Shubuh. Dan tidak ada di antara kami tidak ada yang mahir
menunggang kuda selain Al Miqdad bin Al Aswad.”18 Dalam riwayat lain disebutkan,
يُصَلِّى وَيَبْكِى حَتَّى أَصْبَحَ
“Beliau melaksanakan shalat sambil menangis hingga waktu shubuh.”19
Jumlah Raka’at Shalat Tahajud yang Dianjurkan (Disunnahkan)
Jumlah raka’at shalat tahajud yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Dan inilah yang menjadi pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
‘Aisyah mengatakan,
مَا
كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di
bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at. Beliau melakukan
shalat empat raka’at, maka jangan tanyakan mengenai bagus dan
panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat empat raka’at lagi dan
jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan
shalat tiga raka’at.”20
Ibnu ‘Abbas mengatakan,
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam 13 raka’at. ”21
Zaid bin Kholid Al Juhani mengatakan,
لأَرْمُقَنَّ
صَلاَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اللَّيْلَةَ فَصَلَّى.
رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ
طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ
اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ
اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ
اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ
اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ أَوْتَرَ فَذَلِكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ
رَكْعَةً.
“Aku pernah memperhatikan shalat malam yang
dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun
melaksanakan 2 raka’at ringan. Kemudian setelah itu beliau laksanakan 2
raka’at yang panjang-panjang. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka’at
yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2
raka’at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Beliau pun lakukan
shalat 2 raka’at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau
lakukan shalat 2 raka’at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Lalu
terakhir beliau berwitir sehingga jadilah beliau laksanakan shalat malam
ketika itu 13 raka’at.”22 Ini berarti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan witir dengan 1 raka’at.23
Dari
sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum shalat malam, dibuka dengan 2
raka’at ringan terlebih dahulu. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ
لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam,
beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang
ringan.”24
Bolehkah Menambahkan Raka’at Shalat Malam Lebih Dari 11 Raka’at?
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan,
وَلَا
خِلَاف أَنَّهُ لَيْسَ فِي ذَلِكَ حَدّ لَا يُزَاد عَلَيْهِ وَلَا يَنْقُص
مِنْهُ ، وَأَنَّ صَلَاة اللَّيْل مِنْ الطَّاعَات الَّتِي كُلَّمَا زَادَ
فِيهَا زَادَ الْأَجْر ، وَإِنَّمَا الْخِلَاف فِي فِعْل النَّبِيّ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا اِخْتَارَهُ لِنَفْسِهِ
“Tidak
ada khilaf bahwa tidak ada batasan jumlah raka’at dalam shalat malam,
tidak mengapa ditambah atau dikurang. Alasannya, shalat malam adalah
bagian dari ketaatan yang apabila seseorang menambah jumlah raka’atnya
maka bertambah pula pahalanya. Jika dilakukan seperti ini, maka itu
hanya menyelisihi perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyelisihi pilihan yang beliau pilih untuk dirinya sendiri.”25
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,
فلا خلاف بين المسلمين أن صلاة الليل ليس فيها حد محدود وأنها نافلة وفعل خير وعمل بر فمن شاء استقل ومن شاء استكثر
“Tidak
ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan
raka’atnya. Shalat malam adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan
termasuk amalan kebaikan. Seseorang boleh semaunya mengerjakan dengan
jumlah raka’at yang sedikit atau pun banyak.”26
Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menambah lebih dari 11 raka’at, di antaranya:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat
malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian
takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu
berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.”27 Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.
Lalu bagaimana dengan hadits ‘Aisyah,
مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di
bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at. ”28
Jawabannya adalah sebagai berikut:
Jika ingin mengikuti sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mestinya mencocoki beliau dalam jumlah raka’at shalat juga dengan tata cara shalatnya.
Sedangkan shalat yang paling bagus, kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوت
“Shalat yang paling baik adalah yang paling lama berdirinya.”29
Namun sekarang yang melakukan 11 raka’at demi mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan lama seperti beliau. Padahal jika kita ingin mencontoh jumlah raka’at yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seharusnya juga lama shalatnya pun sama.
Sekarang pertanyaannya, manakah yang lebih utama melakukan shalat malam
11 raka’at dalam waktu 1 jam ataukah shalat malam 23 raka’at yang
dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam?
Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari segi jumlah raka’at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik?
Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari segi jumlah raka’at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik?
Jawabannya,
tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama dengan raka’at yang
lebih banyak. Alasannya, karena pujian Allah terhadap orang yang waktu
malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta’ala
berfirman,
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)
وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا
“Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)
Oleh
karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya dengan 11
raka’at namun dengan raka’at yang panjang. Ada pula yang melakukannya
dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Ada pula yang kurang atau lebih dari
itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri yang lama).
Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang bagus,
“Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam
shalat malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka’at yang sedikit.
Namun jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah
ia menambah raka’atnya.”
Mengapa ulama ini bisa mengatakan
demikian? Karena yang jadi patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah
ketika shalat malam. -Demikianlah faedah yang kami dapatkan dari
penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi dalam At Tarsyid-30
Qodho’ bagi yang Luput dari Shalat Tahajud karena Udzur
Bagi yang luput dari shalat tahajud karena udzur seperti ketiduran atau sakit, maka ia boleh mengqodho’nya di siang hari sebelum Zhuhur.
‘Aisyah mengatakan,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلاَةُ
مِنَ اللَّيْلِ مِنْ وَجَعٍ أَوْ غَيْرِهِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَىْ
عَشْرَةَ رَكْعَةً.
“Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau luput dari shalat malam
karena tidur atau udzur lainnya, beliau mengqodho’nya di siang hari
dengan mengerjakan 12 raka’at.”31
‘Umar bin Khottob mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Umar bin Khottob mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
نَامَ عَنْ حِزْبِهِ أَوْ عَنْ شَىْءٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ
صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الظُّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ
مِنَ اللَّيْلِ
“Barangsiapa yang tertidur dari
penjagaannya atau dari yang lainnya, lalu ia membaca apa yang biasa ia
baca di shalat malam antara shalat shubuh dan shalat zhuhur, maka ia
dicatat seperti membacanya di malam hari.”32
Demikian pembahasan ringkas kami mengenai shalat tahajud. Kami masih
akan membahas kiat-kiat bangun shalat tahajud dan panduan shalat witir
-insya Allah-. Semoga Allah mudahkan.
Semoga kita semakin terbimbing dengan sajian ringkas ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan sekaligus merutinkannya.
Semoga kita semakin terbimbing dengan sajian ringkas ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan sekaligus merutinkannya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Artikel ini di Posting : Marine Surveyor Indonesia Tentang Dunia Islam
Terima Kasih sahabat telah membaca : Panduan Tata Cara Sholat Tahajud Silahkan membaca artikel lainnya tentang sholat
di sini Tentang Dunia Islam
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
Anda bisa menyebarluaskan artikel ini, Asalkan meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment